Sunday, September 22, 2013

Tradisi Sehat Untuk Keluarga Bahagia



Meski sudah satu tahun menikah, karena harus tinggal di kota yang berbeda, maka pengalaman memasak saya terutama memasak untuk suami terbilang masih nol besar, none!  Maka ketika akhirnya saya dan suami bisa tinggal satu rumah, apalagi kemudian saya memutuskan untuk tidak bekerja di luar rumah, urusan memasak mau tidak mau harus mulai saya pelajari.

Masak apa hari ini sudah bukan merupakan masalah utama karena mencari #resepsehat masakan sudah semudah mengayunkan jari, berkat adanya teknologi.  Asal mengikuti petunjuk yang ada di resep pun masakan yang kita buat bisa dipastikan akan enak rasanya.  Tapi, sudah tepatkah masakan kita bagi kesehatan keluarga kita?

Pesan dari ibu saya maupun ibu mertua akan selalu saya ingat : jangan kebanyakan garam dan gula.  Karena konon ada keturunan darah tinggi di keluarga saya dan gula tinggi di keluarga suami.  Oke, diabetes dan darah tinggi memang bukan penyakit keturunan, tapi bisa ‘menurun’ kalau kami masih menerapkan pola makan yang sama dengan keluarga kami sebelumnya.  Baiklah, pola ini yang harus diputus untuk kebaikan keluarga dan anak-anak kita nantinya. Hitung-hitung juga bisa menghemat belanja pada pos gula dan garam.  Iya kan? :)

Saya sendiri sudah sejak lama hobi meminum teh tawar, karena menurut saya kenikmatan rasa teh akan berkurang meski hanya oleh sepucuk sendok gula saja.  Jadi dimulailah tradisi baru dalam keluarga kami, yaitu : teh tawar, atau teh madu sebagai pengganti gula.  Botol sirup yang ada dalam lemari pendingin pun awet, karena hanya berkurang kalau ada tamu saja.

source : newfrontier[dot]com
Ketika jajan di luar pun kami terbiasa memesan ‘teh anget tawar’ atau ‘jus anu gulanya dikit aja’.  Ah ya! Kami berdua termasuk penggemar berat kuliner, jadi prosentase antara jajan atau masak sendiri bisa dibilang 50:50.  Dan suami saya yang berlidah peka seringkali spontan berucap, ‘emm…kuahnya rasa micin banget nih!’.  Ya, selain gula dan garam, pemakaian penyedap rasa pun harus kami perhatikan.  Sejak itu saya menertibkan lemari bumbu saya, No MSG allowed!  Penyedap sintetis yang pemakaiannya terkadang sudah irrasional di luar sana sebisa mungkin kita minimalisasi kehadirannya di dalam rumah kita sendiri.

Prinsip menghemat gula dan garam yang tadi saya sebutkan tidak berlaku dalam pemakaian minyak goreng.  Saya membiasakan menggoreng dengan minyak sedikit, sehingga ketika berkurang saat digunakan, saya hanya perlu menambahkannya saja.  Ketimbang menggunakan minyak dalam jumlah banyak, namun bersisa dan digunakan berulang kali karena merasa sayang untuk membuangnya.

Kalaupun ingin menghemat pemakaian minyak goreng, sesekali saya memilih masakan (lauk) yang tidak perlu digoreng, misalnya : tempe/tahu/ayam bumbu bacem tanpa digoreng lagi, atau masakan yang dikukus, seperti : tum tahu daging atau garang asem ayam.

Masih banyak lagi tradisi sehat yang keluarga kami jalankan, meski sebagian masih dalam tahap belajar.  Bagaimanapun kebahagiaan adalah tujuan utama dari suatu keluarga, dan keluarga yang sehat ada di dalam kebahagian tersebut.

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.resepsehat.com persembahan SunCo Minyak Goreng Yang Baik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”