Sunday, April 07, 2013

Drama Cinta 2 Babak : Terlambat 2 Minggu



Babak 1
 
Hmm…, suara itu lagi.  Dia datang untuk yang ke-4 kalinya minggu ini.  Minggu lalu 3 kali, minggu sebelumnya 2 kali.  Aku hapal betul kapan saja dia kemari karena aku selalu  mencoret tanggal di kalender dengan stabillo merah muda.  Jadi seperti penanda datang bulan punya Karin di kantor, tapi punyaku lompat-lompat harinya, hehe…

Kali ini aku pura-pura keluar kamar sambil menenteng mangkuk kotor bekas bakmi makan malamku dan berlama-lama mencucinya di wastafel depan kamar Johan.  Lirikanku berbuah panggilan dari Nila, gadisnya Johan.

“Halo Sandi!  Ada kue bandung nih, mau?”  Nila yang centil ceriwis menghampiri dan menyodorkan kardus yang isinya tinggal separuh itu padaku.  Lalu tanpa permisi, menaruh dua potong kue coklat legit itu ke dalam mangkukku yang sudah bersih meski masih basah.

“Aduh, thanks Nil,” aku jadi punya alasan untuk melongok ke dalam kamar Johan.  Aku menganggukkan kepala pada teman tetangga kostku itu dan menyempatkan sekilas memandangi sosok mungil nan manis yang sedang duduk membaca di belakang Johan, Widi.

Hanya sekali aku bersapaan dengan Widi, sahabat Nila itu.  Waktu kami dikenalkan.  Suaranya adalah suara yang paling lembut yang pernah aku dengar.  Senyumnya adalah senyum yang paling menawan yang pernah aku lihat.  Dan matanya?  Teduhnya bukan main.  Kok, semuanya terasa berlebihan?  Karena bukan yang pertama kalinya aku merasakan yang seperti ini, jadi aku tahu kalau aku sedang kasmaran.

Tanpa berani berlama-lama supaya berkesempatan menyapa Widi, aku buru-buru masuk ke kamar dan menutup pintunya.  Volume televisi aku kecilkan supaya aku dapat menangkap suara lembut Widi dari balik papan triplek yang membatasi kamarku dan kamar Johan.  Tapi dia memang kalem, jarang berbicara, tidak seperti Nila.  Nila selalu mengajak Widi ketika menyambangi kost-an Johan.  Katanya, “Supaya yang ketiga bukan setan”.  Hmm…, kalau Widi jadi pacarku, Nila harus cari ‘obat nyamuk’ lain untuk menemaninya pacaran.  Minggu depan sajalah aku beranikan mengajaknya ngobrol, kalau perlu aku ajak makan bareng.

Babak 2

Sudah hampir dua minggu aku pulang larut dari kantor, sejak awal bulan ini.  Kalenderku sepi dari coretan.  Aku kangen sama Widi dan berharap petang ini dia singgah di kamar sebelah, itulah mengapa hari ini aku pulang di jam yang normal.

Ahh…, lamat-lamat terdengar suara Nila bertimpalan dengan Johan.  Sepertinya mereka sedang menaiki tangga.  Oke, hari ini aku harus berani lebih dari sekedar menyapa.

Persis saat Johan memasukkan kunci kamarnya, aku membuka pintuku.  Widi nggak ada diantara mereka.

“Halo Nil, tumben sendirian…,” basa-basi busukku mengalir lancar, berusaha terdengar wajar.

“Lembur terus nih?”  Johan menyela dengan pertanyaannya.  Bikin pertanyaanku mentah saja.  Huh!

“Iya, biasalah…, awal bulan….”

“Widi kemana Nil?”  tanyaku lagi, sembari menuju jemuran handuk dekat pagar tangga.  Nila sedikit acuh karena tengah asyik membalas pesan blackberry sambil senyum-senyum mencurigakan.

“Oh…, masih di bawah.  Ketahan sama Andi, hehe…”, jawab Nila tanpa menoleh, lalu dia menepuk bahu Johan.  “Gila ya, Andi ternyata serius sama Widi.  Baru beberapa hari kemarin dia join sama kita, hari ini udah berani nembak Widi loh beib…”
    APAAA…?!  Andi, tetangga kostku juga, kamarnya tepat di samping kanan kamar Johan, sedangkan aku dikirinya.  KOK BISA...?!

Green House, 09:26am - kuis flash fiction bersama Ibu-ibu Doyan Nulis

2 comments:

Kinzihana said...

Jiahhhhh telat kann

kamu sih hehe

Santi Dewi said...

hahaha... keduluan,kasian deh lo.... :)